Kalau banyak sekali caleg yang stress karena tidak jadi, itu karena ia sudah terlanjur mengeluarkan ratusan bahkan sampai milyaran rupiah untuk "membayar" kursi di DPR. Tapi kalau ada caleg yang hanya ber"modal"kan 3 juta. Ini profilnya. File ini saya dapatkan dari Ustadz Khoirul Fata yang didownload dari situs Harian Suara Merdeka.
Caleg ”Minimalis’’ Menuju Kursi Dewan (3-Habis)
Andalkan Silaturahmi, Hanya Keluar Rp 3 Juta
UNTUK bisa menjadi anggota legislatif, tidak mutlak mengeluarkan uang banyak. Abdul Ghofar Ismail SSi, salah satunya. Berkampanye menjelang pemungutan suara, 9 April lalu, caleg Partai Keadilan Sejahtera (PKS) nomor urut 1 Daerah Pemilihan Laweyan, Solo, ini hanya mengeluarkan biaya Rp 3 juta.
Sejak semula, guru SMA Al Islam 3 Solo ini tidak pernah berniat menjadi anggota DPRD. Ayah empat anak itu langsung protes saat namanya masuk dalam bursa pencalonan yang diusung DPTD (Dewan Pimpinan Tingkat Daerah (DPTD) PKS Surakarta, yang membawahi tiga badan yakni Majelis Pertimbangan Daerah (MPD), Dewan Pimpinan Daerah (DPD), dan Dewan Syariah Daerah (DSD).
”Tapi karena itu merupakan hasil syuro’ dan juga telah melalui penjaringan internal kader, saya tidak bisa menolaknya. Sebenarnya kalau boleh memilih, saya ingin terus bisa mendarmabaktikan diri saya di jalur dakwah sekolah sekaligus agar tetap dekat dengan anak didik saya,” jelas alumnus Jurusan Matematika MIPA UNS itu.
Sebelumnya, wakasek Bidang Kurikulum itu ditawari menjadi kepala SMA Al Islam 3 Solo. Namun karena ia menjadi caleg PKS, jabatan itu kemudian dipercayakan kepada guru lain.
Suami dari Khusnani Hayati (37) itu mau tidak mau harus bersungguh-sungguh atas amanah yang dibebankan padanya. ”Saya tidak bisa berdiam diri. Ketika nama saya dimasukkan pada nomor urut satu Dapil Laweyan, saya harus mengerahkan kemampuan untuk memberikan yang terbaik bagi jalan dakwah ini.”
Begitu pula sang istri yang semula menolak keras, akhirnya ikut membantu mempromosikan sang suami. Guru di SMA Al Islam I Solo itu pun mengenalkan kepada teman dan koleganya. ”Kalau saya bersikeras menolaknya, justru itu malah akan membebani suami saya. Bagaimanapun, saya harus menghormati hasil syuro yang memberikan amanah berat kepada suami saya,” imbuh Una, begitu istri Ghofar biasa disapa, yang saat ini sedang mengandung buah hatinya yang kelima.
Lalu, ayah dari Adib (kelas 5 SD), Izzah (kelas 3 SD), Wafi (kelas 1 SD) dan Afif (3 tahun) ini pun menjalin silaturahmi dengan teman-teman lamanya. Maklum, dia saat ini tinggal di rumah sang ibu, Surti Budiah, di Kecamatan Serengan yang termasuk Dapil Serengan- Pasarkliwon.
”Saat putusan MK tentang suara terbanyak turun, saya tidak yakin bisa menang. Sebab selama ini aktivitas dakwah saya di Serengan. Apalagi menurut perkiraan kasar partai, perolehan suara saya hanya menduduki rangking empat. Jadi ketika saya meraih suara terbanyak, semua kaget. Terlebih lagi saya.”
Namun ternyata takdir berkata lain. Entah mengapa, setiap dia melangkah untuk bersilaturahmi ke teman-teman sekolah, teman lama ataupun tokoh-tokoh, selalu dimudahkan jalannya.
”Bisa dibilang, saya hanya gresek mencari dukungan karena saya bukan asli Laweyan. Namun ternyata dimudahkan jalannya. Seperti ketika saya bertemu teman lama, ada yang bilang begini. Dhisik aku nek ulangan sering mbok ajari, saiki aku tak ndukung kowe,” ujar mantan juara 2 siswa teladan se-Surakarta itu.
Logistik kampanye yang dia buat pun, bisa dibilang sangat terbatas. Awalnya, hanya membuat 60 buah banner. Itu saja tidak hanya fotonya yang dipasang, melainkan bertiga dengan foto caleg DPR RI, Hidayat Nur Wahid, dan caleg DPRD Jateng, Mahmud Mahfudz Lc.
”Biayanya sekitar Rp 300 ribu. Semula saya pasang sendiri, karena memang tidak ada biaya untuk memasang di jalan. Tapi ketika saya mulai memasang, beberapa anak muda yang melihat langsung membantu saya. Katanya, eh, ana caleg kok masang dhewe. Ayo diewangi,” jelasnya.
Tak Bikin Kaus
Untuk kaus pun, dia tidak membuatnya. ”Ada bantuan kaus dari parpol, jumlahnya terbatas. Namun kaus itu tidak ada tulisan nama saya.”Lelaki kelahiran 20 Desember 1972 itu baru tergerak untuk membuat brosur setelah ada teman yang menyarankan.
”Baru pada Maret lalu saya membuat 3 ribu lembar brosur berisi profil singkat saya, atas saran teman SMP yang ingin lebih mengenalkan saya kepada kerabat dan koleganya. Biayanya per lembar Rp 300 sehingga habis sekitar Rp 900 ribu.”
Total dana yang dikeluarkan untuk kampanye, ungkap Sekretaris DPD PKS tersebut, hanya sekitar Rp 3 juta. ”Itu termasuk biaya nyuguhi tiga kali pengajian. Kalau ditotal biaya keseluruhan yang keluar sekitar Rp 3 juta.”
Barangkali, kesungguhan dan intensifnya kunjungan yang dilakukan menjadikan perolehan suaranya menduduki urutan pertama caleg PKS Dapil Laweyan. ”Memang tidak hanya sekali saya datangi, antara dua hingga tiga kali saya datangi.”
Meski berhasil duduk di kursi legislatif, dia berharap masih bisa tetap beraktivitas di sekolah tempatnya mengajar. ”Kalaupun tidak bisa kembali menjadi guru tetap, saya ingin tetap diizinkan mengajar di sekolah. Paling tidak sekali seminggu atau sekadar menjadi guru tamu,” harapnya. (Anie R Rosyidah-76
Caleg ”Minimalis’’ Menuju Kursi Dewan (3-Habis)
Andalkan Silaturahmi, Hanya Keluar Rp 3 Juta
UNTUK bisa menjadi anggota legislatif, tidak mutlak mengeluarkan uang banyak. Abdul Ghofar Ismail SSi, salah satunya. Berkampanye menjelang pemungutan suara, 9 April lalu, caleg Partai Keadilan Sejahtera (PKS) nomor urut 1 Daerah Pemilihan Laweyan, Solo, ini hanya mengeluarkan biaya Rp 3 juta.
Sejak semula, guru SMA Al Islam 3 Solo ini tidak pernah berniat menjadi anggota DPRD. Ayah empat anak itu langsung protes saat namanya masuk dalam bursa pencalonan yang diusung DPTD (Dewan Pimpinan Tingkat Daerah (DPTD) PKS Surakarta, yang membawahi tiga badan yakni Majelis Pertimbangan Daerah (MPD), Dewan Pimpinan Daerah (DPD), dan Dewan Syariah Daerah (DSD).
”Tapi karena itu merupakan hasil syuro’ dan juga telah melalui penjaringan internal kader, saya tidak bisa menolaknya. Sebenarnya kalau boleh memilih, saya ingin terus bisa mendarmabaktikan diri saya di jalur dakwah sekolah sekaligus agar tetap dekat dengan anak didik saya,” jelas alumnus Jurusan Matematika MIPA UNS itu.
Sebelumnya, wakasek Bidang Kurikulum itu ditawari menjadi kepala SMA Al Islam 3 Solo. Namun karena ia menjadi caleg PKS, jabatan itu kemudian dipercayakan kepada guru lain.
Suami dari Khusnani Hayati (37) itu mau tidak mau harus bersungguh-sungguh atas amanah yang dibebankan padanya. ”Saya tidak bisa berdiam diri. Ketika nama saya dimasukkan pada nomor urut satu Dapil Laweyan, saya harus mengerahkan kemampuan untuk memberikan yang terbaik bagi jalan dakwah ini.”
Begitu pula sang istri yang semula menolak keras, akhirnya ikut membantu mempromosikan sang suami. Guru di SMA Al Islam I Solo itu pun mengenalkan kepada teman dan koleganya. ”Kalau saya bersikeras menolaknya, justru itu malah akan membebani suami saya. Bagaimanapun, saya harus menghormati hasil syuro yang memberikan amanah berat kepada suami saya,” imbuh Una, begitu istri Ghofar biasa disapa, yang saat ini sedang mengandung buah hatinya yang kelima.
Lalu, ayah dari Adib (kelas 5 SD), Izzah (kelas 3 SD), Wafi (kelas 1 SD) dan Afif (3 tahun) ini pun menjalin silaturahmi dengan teman-teman lamanya. Maklum, dia saat ini tinggal di rumah sang ibu, Surti Budiah, di Kecamatan Serengan yang termasuk Dapil Serengan- Pasarkliwon.
”Saat putusan MK tentang suara terbanyak turun, saya tidak yakin bisa menang. Sebab selama ini aktivitas dakwah saya di Serengan. Apalagi menurut perkiraan kasar partai, perolehan suara saya hanya menduduki rangking empat. Jadi ketika saya meraih suara terbanyak, semua kaget. Terlebih lagi saya.”
Namun ternyata takdir berkata lain. Entah mengapa, setiap dia melangkah untuk bersilaturahmi ke teman-teman sekolah, teman lama ataupun tokoh-tokoh, selalu dimudahkan jalannya.
”Bisa dibilang, saya hanya gresek mencari dukungan karena saya bukan asli Laweyan. Namun ternyata dimudahkan jalannya. Seperti ketika saya bertemu teman lama, ada yang bilang begini. Dhisik aku nek ulangan sering mbok ajari, saiki aku tak ndukung kowe,” ujar mantan juara 2 siswa teladan se-Surakarta itu.
Logistik kampanye yang dia buat pun, bisa dibilang sangat terbatas. Awalnya, hanya membuat 60 buah banner. Itu saja tidak hanya fotonya yang dipasang, melainkan bertiga dengan foto caleg DPR RI, Hidayat Nur Wahid, dan caleg DPRD Jateng, Mahmud Mahfudz Lc.
”Biayanya sekitar Rp 300 ribu. Semula saya pasang sendiri, karena memang tidak ada biaya untuk memasang di jalan. Tapi ketika saya mulai memasang, beberapa anak muda yang melihat langsung membantu saya. Katanya, eh, ana caleg kok masang dhewe. Ayo diewangi,” jelasnya.
Tak Bikin Kaus
Untuk kaus pun, dia tidak membuatnya. ”Ada bantuan kaus dari parpol, jumlahnya terbatas. Namun kaus itu tidak ada tulisan nama saya.”Lelaki kelahiran 20 Desember 1972 itu baru tergerak untuk membuat brosur setelah ada teman yang menyarankan.
”Baru pada Maret lalu saya membuat 3 ribu lembar brosur berisi profil singkat saya, atas saran teman SMP yang ingin lebih mengenalkan saya kepada kerabat dan koleganya. Biayanya per lembar Rp 300 sehingga habis sekitar Rp 900 ribu.”
Total dana yang dikeluarkan untuk kampanye, ungkap Sekretaris DPD PKS tersebut, hanya sekitar Rp 3 juta. ”Itu termasuk biaya nyuguhi tiga kali pengajian. Kalau ditotal biaya keseluruhan yang keluar sekitar Rp 3 juta.”
Barangkali, kesungguhan dan intensifnya kunjungan yang dilakukan menjadikan perolehan suaranya menduduki urutan pertama caleg PKS Dapil Laweyan. ”Memang tidak hanya sekali saya datangi, antara dua hingga tiga kali saya datangi.”
Meski berhasil duduk di kursi legislatif, dia berharap masih bisa tetap beraktivitas di sekolah tempatnya mengajar. ”Kalaupun tidak bisa kembali menjadi guru tetap, saya ingin tetap diizinkan mengajar di sekolah. Paling tidak sekali seminggu atau sekadar menjadi guru tamu,” harapnya. (Anie R Rosyidah-76
+ Komentar + 10 Komentar
Bermodalkan amal baik yang ditanamnya sejak kecil, ia pasti terpilih. Memang orang seperti itulah yang pantas menduduki kursi DPR RI. Sedangkan caleg-caleg stress cuma bisa main sogok, padahal masyarakat sekarang ambil uang tetap pilih partainya sendiri, makanya mereka jadi stress
Betul dik Indra. Sayangnya ada juga orang-orang baik yang enggan menjadi caleg. Akhirnya yang jadi anggota dewan ya orang-orang yang tidak jelas.
sungguh beruntung!
Sangat beruntung mas Andy. Tapi pak Ghoffar telah menanam kebaikan dari sejak beliau kecil. Sekarang saatnyalah beliau menuai hasilnya.
Bagusnya ya seperti ini. Dengan modal yang sekecil-kecilnya bisa mendapatkan hasil yang sebesar2nya. Lagi pula sepertinya caleg ini nothing to loose...Jadinya kepilih gak kepilih ya gak masalah. :)
Semoga setelah kepilih bisa bermanfaat bagi masyarakat. :0
ya inilah yang harus dijadikan kader2 bangsa, wakil rakyat yang terbangun dari jiwa dan nuraninya.
wahh kerenn yaa...
nggak boros..
nahh yang gini baru bennner!
Apa semua kader PKS begini?
wah bangganya saya.
terbukti untuk menjadi wakil rakyat bukan hanya milik mereka yg bergelimang harta.
makin yakin nih, untuk di pemilu selanjutnya maju sebagai calon legislatif.
beri petunjuk dan ridhoMu Sang Pancipta,,
beruntung sekali...^^
Posting Komentar
Anda merasa mendapatkan KEBAIKAN dari postingan ini? SILAHKAN BERKOMENTAR secara santun, bijak, dan tidak menghakimi. TERIMAKASIH telah sudi meninggalkan komentar di sini. Semoga hidup Anda bermakna. amin...