Ini adalah sebuah kisah tentang ekspedisi 1 Suro (wah syerem
ya? Hihihi). Misi kami kali ini adalah mendaki ke Puncak Songolikur, puncak
tertinggi Gunung Muria. Katanya sih Puncak Songolikur terletak di atas ketinggian
1602 meter dari permukaan laut (kata wikipedia). Alhamdulillah ini adalah
aktivitas kami untuk yang kedua kalinya. Tahun kemarin, dengan momen yang sama,
yakni 1 Suro alias 1 Muharram, kami juga melakukan ekspedisi yang sama: naik
Puncak Songolikur (ada juga yang menyebut sebagai Puncak Saptorenggo).
Kalau tahun kemarin jumlah kami sekitar 60 orang,
alhamdulillah tahun ini jumlah kami naik dua kali lipatnya, yakni 130 orang. Tentu
saja panitia harus bekerja lebih keras lagi. Untuk itu panitia sengaja membawa
motor trail guna antisipasi peristiwa yang tidak terduga. Namun sayang seribu
sayang motor trail yang kami bawa ternyata rusak setelah sempat menempuh jarak
sekitar 5 kilometer. Akhirnya motor itu pun dibawa turun kembali ke posko di
Desa Tempur.
Armada yang kami bawa dari Pati ada 6 kendaraan: 2 truk, 2
pick up dan 3 mobil station. Rombongan dari Pati kota adalah 2 mobil station, 1
pick up dan 1 truk. Adapun dari Juana 1 truk, 1 mobil station dan 1 pick up.
Kita sepakat untuk berkumpul di Masjid Salman al-Farisi Tayu Kulon untuk sholat
maghrib berjama’ah. Alhamdulillah masjid yang biasanya sepi ini kali ini penuh
dengan para calon pendaki.
Setelah sholat maghrib usai dilaksanakan perjalanan pun kami
lanjutkan ke Desa Tempur, tepatnya di rumah bapak Abu. Beliaulah yang
menyediakan tempat untuk istirahat panitia, menyediakan sarapan pagi dan juga
makan siang. Bapak Abu sudah sangat kami kenal, seperti bapak kami sendiri. Pak
Yoyok, seksi acara, adalah orang yang pertama kali berkenalan dengan beliau.
Sekitar 3 tahun yang lalu, pak Yoyok bersama anak dan istrinya melakukan
pendakian Puncak Songolikur. Saat itulah beliau berkenalan dengan bapak Abu dan
sampai sekarang mereka masih saling kontak.
Kami sampai di Desa Tempur sekitar pukul sembilan malam. Kedatangan kami termasuk terlambat karena
truk yang dinaiki anak-anak SMPIT Insan Mulia Pati mengalami trouble, kipas
radiatornya patah. Akhrinya sebagian peserta terpaksa jalan kaki menuju ke
Tempur.
Di Desa Tempur kami melakukan kegiatan antara lain: sholat
Isya’ berjama’ah dilanjutkan dengan tidur kurang lebih satu setengah jam. Selama peserta tidur, panitia melakukan rapat dan persiapan-persiapan untuk pendakian seperti membagi kelompok, membagi tugas panitia pendamping kelompok, dll. Pada
jam 11 malam peserta dibangunkan untuk mendengarkan taushiyah dari Ustadz
Mughni. Dengan semangat berapi-api beliau memberikan motivasi akan pentingnya
tarbiyah jasadiyah ini. Beliau pun mengajak para peserta untuk bersenandung,
berikut ini saya tuliskan liriknya:
Wahai Mujahid ayo
berjuang
Dan berjihad dimana-mana
Untuk mempertahankan kedaulatan
Kemuliaan, nama dan muru’ah
Dalam
diri, dalam diri janganlah ada
Sikap
pengecut, keluh dan kesah
Karena
mujahid yang berjuang adalah
Tentara
Alloh wira pendekar
Selautan peluh dan darah ya Alloh
Tumpah ke bumi tidak percuma
Karena nanti ada ganjaran Alloh
Surga Firdaus yang aman bahagia
Saya teringat, ini adalah lagu kenangan saya. Pertama
kali mengenal lagu ini adalah ketika saya mengikuti Leadership Basic Training
(LBT) Pelajar Islam Indonesia (PII) di Jogjakarta. Rupanya lagu (nasyid) ini
adalah lagu populer di jaman dulu. Maka wajar saja jika peserta yang sebagian
besar anak-anak SMP ini sama sekali tidak mengenal lagu ini. Namun bisa juga
karena mereka lebih familiar dengan lagu-lagu pop cengeng yang sama sekali
tidak mengandung nasehat keislaman. Maka alangkah lebih baik jika di
sekolah-sekolah Islam ada pelajaran seni islam yang mengajarkan nasyid-nasyid
islami untuk meng-counter lagu-lagu cengeng tersebut.
Acara dilanjutkan dengan pembagian kelompok. Agar pendakian lebih aman, maka pengelompokan dilakukan sesuai dengan teman dekat atau teman yang sudah dikenal. Jadi tidak diacak seperti tahun kemarin.
Ingin tahu keindahan alam Gunung Muria? Inilah hasil jepretan foto saya. Sungguh indah alam Indonesia, ngapain ke Amerika yang banyak polusinya? :)
Nah, siapa yang tak ingin melihat keindahan alam ini? Sudah udaranya segar lagi, bank oksigen ya di sini ini bro.... Maka paling buenci kalau ketemu pendaki yang merokok. Huffff.... Sampai jumpa pada ekspedisi 1 Suro tahun depan... salam...
+ Komentar + 5 Komentar
Saya juga pernah dua kali ke situ. :)
Ya alhamdulillah. Olahraga penting, meski cuma sekali setahun.. :)
Kerennnn
Ayo melu mbak Fatiya, dijamin ketagihan. Hehe... sueper sejuk... :)
kapan nih mau muncak lagi? ikut donk..
Posting Komentar
Anda merasa mendapatkan KEBAIKAN dari postingan ini? SILAHKAN BERKOMENTAR secara santun, bijak, dan tidak menghakimi. TERIMAKASIH telah sudi meninggalkan komentar di sini. Semoga hidup Anda bermakna. amin...