Terjemahkan Blog Ini

Headlines News :
Diberdayakan oleh Blogger.

Channel Youtube

Pengikut

Mengenai Saya

Foto saya
Saya adalah saya. Bukan ayah saya. Bukan pula anak saya. Saya jangan dihargai karena 'pangkat' ayah saya. Saya juga jangan 'disamakan' dengan anak saya. Akuilah saya apa adanya.

Selamat Datang di Blog Saya, Ahlan Wa Sahlan Bihudzurikum.

Semoga blog ini bermanfaat untuk Anda. Apa hal positif dari Blog ini beritahu teman. Jika ada ada yang kurang beritahu saya agar saya bisa memperbaikinya. Boleh Copas asalkan mencantumkan alamat blog ini. Jazakumullah
Saya sangat berterima kasih Anda sudah berkunjung ke blog saya. Lebih berterima kasih lagi jika Anda meninggalkan komentar pada postingan saya baik berupa koreksi, persetujuan, maupun tambahan ilmu buat saya.
Jika Anda merasa puas dengan blog ini tolong beritahu teman atau saudara agar blog ini bisa lebih dikenal luas dan anda pun Insya' Alloh akan mendapatkan pahala karena menyebarkan kebaikan. Tetapi jika Anda tidak puas tolong beritahu saya. Maturnuwun. Terimakasih. Jazakumulloh khoiral jaza'
Tampilkan postingan dengan label sirah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sirah. Tampilkan semua postingan

TERTEGUN DI HADAPAN IMAM NAWAWI


.- Apa yang mau kita sombongkan; jika Imam An Nawawi menulis Syarh Shahih Muslim yang tebal itu sedang beliau tak punya Kitab Shahih Muslim?

.- Beliau menulisnya berdasar hafalan atas Kitab Shahih Muslim yang diperoleh dari Gurunya; lengkap dengan sanad inti & sanad tambahannya.

.- Sanad inti maksudnya; perawi antara Imam Muslim sampai Rasulullah. Sanad tambahan yakni; mata-rantai dari An Nawawi hingga Imam Muslim.

.- Jadi bayangkan; ketika menulis penjabarannya, An Nawawi menghafal 7000-an hadits sekaligus sanadnya dari beliau ke Imam Muslim sekitar 9 - 13 tingkat Gurunya; ditambah hafal sanad inti sekitar 5-7 tingkat Rawi. Yang menakjubkan lagi; penjabaran itu disertai perbandingan dengan hadits dari Kitab lain (yang jelas dari hafalan sebab beliau tak mendapati naskahnya), penjelasan kata maupun maksud dengan atsar sahabat, Tabi'in, & 'Ulama; munasabatnya dengan Ayat & Tafsir, istinbath hukum yang diturunkan darinya; dan banyak hal lain lagi.

.- Hari ini kita menepuk dada; dengan karya yang hanya pantas jadi ganjal meja beliau, dengan kesulitan telaah yang tak ada seujung kukunya.

.- Hari ini kita jumawa; dengan alat menulis yang megah, dengan rujukan yang daring, & tak malu sedikit-sedikitbertanya pada Syaikh Google.

.- Kita baru menyebut 1 karya dari seorang 'Alim saja sudah bagai langit & bumi rasanya. Bagaimana dengan kesemua karyanya yang hingga umur kita tuntaspun takkan habis dibaca? Bagaimana kita mengerti kepayahan pada zaman mendapat 1 hadits harus berjalan berbulan-bulan?

.- Bagaimana kita mencerna; bahwa dari nyaris 1.000.000 hadits yang dikumpulkan & dihafal seumur hidup; Al Bukhari memilih 6000-an saja? Atas ratusan ribu hadits yang digugurkan al-Bukhari; tidakkah kita renungi; mungkin semua ucap & tulisan kita jauh lebih layak dibuang?

.- Kita baru melihat 1 sisi saja bagaimana mereka berkarya; belum terhayati bahwa mereka juga bermandi darah & berhias luka di medan jihad. Mereka kadang harus berhadapan dengan penguasa zhalim & siksaan pedihnya, si jahil yang dengki & gangguan kejinya. Betapa menyesakkan.

.- Kita mengeluh listrik mati atau data terhapus; Imam Asy Syafi'i tersenyum kala difitnah, dibelenggu, dipaksa jalan kaki Shan'a-Baghdad.

.- Kita menyedihkan laptop yang ngadat & deadline yang gawat; punggung Imam Ahmad berbilur dipukuli pagi & petang hanya karena 1 kalimat.

.- Kita berduka atas gagal terbitnya karya. Sedang Imam Al Mawardi berjuang menyembunyikan tulisan hingga menjelang ajal agar terhindar dari puja.

.- Mari kembali pada an-Nawawi & tak usah bicara tentang Majmu'-nya yang dahsyat & Riyadhush Shalihin-nya yang permata; mari perhatikan karya tipisnya; Al Arba'in. Betapa berkah; disyarah berratus, dihafal berribu, dikaji berjuta manusia, & tetap menakjubkan susunannya.

.- Maka tiap kali kita bangga dengan "best seller", "nomor satu", "juara", "dahsyat", & "terhebat"; liriklah kitab kecil itu. Lirik saja.

.- Agar kita tahu; bahwa kita belum apa-apa, belum ke mana-mana, & bukan siapa-siapa. Lalu belajar, berkarya, bersahaja.

Ya Allah ampunilah dosa-dosa kami yang tidak menghargai waktu ini. Ampunilah kami yang mesti bisa melakukan banyak hal untuk dakwah, tetapi kami hanya share broadcast yang tidak bermutu. Astaghfirullah al-adzim...


Biografi Syaikh Mutawalli asy-Sya'rawi

Beliau dikenal dengan metodenya yang bagus dan mudah dalam menafsirkan al-Quran dan memfokuskannya atas titik-titik keimanan dalam menafsirkannya. Hal itulah yang menjadikannya dekat di hati manusia, terkhusus metodenya sangat sesuai bagi seluruh kalangan
dan kebudayaan sehingga beliau dianggap memiliki kepribadian Muslim yang lebih mencintai dan menghormati Mesir dan dunia Arab. Oleh karena itu beliau diberi gelar Imam ad-Du’at (Pemimpin Para Da’i).

Daftar Isi:
1.    Kelahiran Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi
2.    Pengembaraan Mencari Ilmu Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi
3.    Kepribadian Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi
4.    Keluarga Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi
5.    Karya-karya Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi
6.    Kewafatan Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi
7.    Kalam Mutiara Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi

1.    Kelahiran Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi

Asy-Syaikh al-Imam Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi lahir pada 16 April 1911 M di Desa Daqadus, Distrik Mith Ghamr, Provinsi Daqahlia, Republik Arab Mesir. Di usia yang masih dini, 11 tahun, ia sudah hafal al-Quran.

Sejak kecil selalu dipanggil oleh kedua orangtuanya dengan panggilan “Syaikh al-Amin” (yang amanah). Tidak ada keterangan tentang hal ini, namun boleh jadi karena kecerdasan dan kepolosannya kepada orangtuanya.

2.    Pengembaraan Mencari Ilmu Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi

Syaikh asy-Sya’rawi semasa kecilnya belajar di Madrasah Ibtidaiyah al-Azhar, Zaqaziq. Kecerdasannya telah tampak semenjak kecil dalam menghafal syair dan peribahasa Arab. Beliau berhasil meraih ijazah Madrasah Ibtidaiyah al-Azhar pada tahun 1923. Selanjutnya ia melanjutkan pendidikannya ke Madrasah Tsanawiyah di tempat yang sama hingga bertambahlah minatnya dalam syair dan sastra.

Ia mendapatkan tempat khusus di antara rekan-rekannya, hingga terpilih sebagai ketua persatuan mahasiswa dan menjadi ketua perkumpulan sastrawan di Zaqaziq. Diantara rekan-rekan beliau adalah:
1.    Dr. Muhammad Abdul Mun’im Khafaji (Penyair Thahir Abu Fasya)
2.    Prof. Khalid Muhammad Khalid
3.    Dr. Ahmad Haikal
4.    Dr. Hassan Gad.

Mereka semua adalah guru sekaligus rekan sesama kaum muda yang gandrung dengan sastra Arab. Mereka memperlihatkan kepadanya apa yang mereka tulis. Hal itulah yang menjadi titik perubahan kehidupan Syaikh asy-Sya’rawi.

Ketika orangtuanya ingin mendaftarkan dirinya ke al-Azhar, Kairo, ia ingin tinggal dengan saudara-saudaranya di Zaqaziq demi untuk menekuni dunia tani, sebagaimana keluarga besarnya yang hidup sebagai petani desa. Namun mereka tetap mendesak beliau untuk ke Kairo agar dapat mengeruk ilmu sebanyak-banyaknya dan mengamalkannya sekembalinya ke kampung halaman. Akhirnya tak ada hal yang patut dilakukannya kecuali patuh kepada orangtua dan mewujudkan keinginan mereka. Maka ia pun akhirnya terdaftar di Fakultas Bahasa Arab tahun 1937 M.

Syaikh asy-Sya’rawi tamat dari al-Azhar tahun 1940 M dengan gelar S1. Lalu beliau mendapat izin mengajar pada tahun 1943 M setelah menyelesaikan pendidikan Master of Art. Ia ditugasi mengajar di Thanta, Zaqaziq, dan selanjutnya di Iskandaria.

Setelah masa pengalaman yang panjang di negerinya, Syaikh asy-Sya’râwi pindah ke Arab Saudi pada tahun 1950 M, untuk menjadi dosen syari’ah di Universitas Ummu al-Qurra. Beberapa tahun kemudian, ia kembali ke kampung halamannya.

Di Kairo, ia diangkat sebagai direktur di kantor Syaikh al-Azhar Syaikh Husain Ma’mun, kemudian menjadi duta al-Azhar di Aljazair dan menetap selama tujuh tahun di sana. Setelah itu ia kembali lagi ke Kairo, ditugasi sebagai kepala Departemen Agama Provinsi Gharbiyah dan utusan khusus al-Azhar untuk mengajar di Universitas King Abdul Aziz, Arab Saudi.

Pada bulan November 1976 M, Perdana Menteri Mesir, Mamduh Salim, memilihnya untuk memimpin Departemen Urusan Wakaf dan Urusan al-Azhar. Perannya bagi al-Azhar dan pemerintahan Mesir sungguh luar biasa. Ia seorang ahli agama yang juga sangat handal dalam tata administrasi pemerintahan.

Sekalipun menduduki kedudukan elite dan termasyhur, sikap wara’ dan tawadhunya tidak luntur. Ia juga seorang yang amat pemurah dan menafkahkan gaji yang diperolehnya bagi para pelajar, mahasiswa, hafidz al-Quran dan orang-orang miskin. Bahkan, royalti atas karya-karyanya banyak digunakannya untuk kegiatan-kegiatan sosial seperti membangun sekolah, masjid, memberikan santunan dan sebagainya.

Selain berpengetahuan luas, asy-Sya’rawi juga amat menguasai bahasa dialektika. Kedua kemampuan ini menjadikannya ulama dan muballigh yang handal.

3.    Kepribadian Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi

Syaikh Asy-Sya’râwi juga amat cinta kepada keturunan Rasulullah Saw. Ia sering berkunjung ke kawasan al-Husain (sebuah wilayah yang banyak didiami dzurriyyah Rasul), rutin berziarah ke makam Sayyidah Nafisah, dan menghadiri majelis Maulid di halaman Masjid al-Husain.

Suatu ketika, dalam sebuah diskusi keagamaan, ia pernah ditanya: “Bagaimana pendapat Tuan tentang ziarah ahlul bait dan para wali yang merupakan kebiasaan orang-orang Mesir khususnya orang-orang dari dusun yang bertabarruk kepada mereka?”

Seraya meletakkan tangannya di dada seolah-olah berbicara tentang dirinya, ia menjawab: “Kami besar sebagai orang dusun. Selama hidup, kami tinggal di lingkungan ahlul bait dan para wali. Orangtua-orangtua kami, datuk-datuk kami, ibu-ibu kami dan saudara-saudara kami semuanya tinggal di serambi para wali. Kami tidak melihat kebaikan kecuali dari mereka. Kami tidak mengetahui ilmu kecuali di tempat-tempat mereka. Kami juga tidak mengenal keberkahan kecuali dengan mencintai mereka.

Kami mencintai mereka karena mereka berhubungan dengan Allah. Kebaikan datang kepada kami dari orang-orang yang sangat kami yakini bahwa mereka berhubungan dengan Allah. Mereka tidak dikenal kecuali oleh orang-orang yang jiwanya menerima manhaj (syari’at) Allah.

Bagaimana mungkin mereka membolehkan berziarah ke kuburan orang-orang Muslim awam tetapi mengharamkan menziarahi mereka yang dikenal sebagai orang shalih! Ziarah kubur itu diperintahkan. Jika hal itu telah dilakukan untuk orang-orang Muslim awam, apakah orang-orang yang telah dikenal atau orang yang baik dikecualikan dari hal itu, lalu diharamkan menziarahi kuburnya karena ia orang baik? Pendapat ini sungguh tidak masuk akal! Anggap sajalah itu seperti kubur-kubur yang lain dan berdzikirlah kepada Allah di tempatnya.

Kita tidak menentang ziarah. Yang kita tentang adalah hal-hal yang tidak benar yang terjadi di dalamnya. Orang-orang yang meminta sesuatu dari mereka dapat kita katakan berbuat syirik. Tetapi jika ia meminta kepada Allah di makam-makam mereka, apa yang harus dilarang?

Demi Allah, seandainya dalam berziarah itu tidak ada hal lain yang didapatkan selain sekadar pertemuan dengan orang-orang yang tunduk di hadapan Allah, itu sudah cukup bagi saya. Seandainya tidak ada yang saya dapatkan di sana selain bertemu orang-orang yang menggunakan dirinya kembali kepada Allah, itu sudah cukup. Saya akan pergi untuk bertemu orang-orang yang meninggalkan dunia dan makan sekali saja dalam sehari.

Orang-orang yang menziarahi Imam Husain, Sayyidah Nafisah, Sayyid Ahmad al-Badawi atau Syaikh Ibrahim ad-Dasuqi, akan malu melakukan maksiat setelah itu. Mungkin juga perasaan malu itu akan terus menyertainya sepanjang hayatnya.”

Setiap hari Jum’at selama 20 tahun di Masjid Arba’in di kampung kelahirannya dan beberapa masjid di Kairo, ia mengisi sebuah majelis bertajuk “Khawathir Sya’rawi”. Ia berceramah dan mengisi pengajian tafsir al-Quran. Kemampuan orasinya mampu memikat pendengarnya yang terdiri dari kalangan masyarakat biasa. Sungguh pun begitu, para pendengar dari kumpulan kaum intelektual sekuler, seperti Syaikh al-Qimani, senantiasa memperhatikan ceramahnya.

Selepas meninggalkan jabatannya dalam kementerian, ia berkhidmat sebagai ulama al-Azhar. Namun dalam penampilan berpakaian, ia enggan memakai pakaian resmi para ulama al-Azhar dan hanya memakai kopiah dan jubahnya.

4.    Keluarga Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi

Setelah menikah, Syaikh asy-Sya’rawi dikaruniai tiga orang putra dan dua orang putri: Sami, Abdul Rahim, Ahmad, Fathimah dan Shalihah. Baginya, faktor utama keberhasilan pernikahannya adalah ikhtiar dan kerelaan antara suami dan istri.

Mengenai pendidikan anaknya, ia berkata: “Yang terpenting dalam mendidik anak adalah suri teladan. Seandainya didapatkan suri teladan yang baik, seorang anak akan menjadikannya sebagai contoh. Maka seorang anak harus dicermati dengan baik, dan di sana terdapat perbedaan antara mengajari anak dan mendidiknya.

Seorang anak, jika tidak bergerak kemampuannya dan bersiap untuk menerima dan menampung sesuatu di sekitarnya, artinya, apabila tidak siap telinganya untuk mendengar, kedua matanya untuk melihat, hidungnya untuk mencium, dan ujung-ujung jarinya untuk menyentuh, kita wajib menjaga seluruh kemampuannya dengan tingkah laku kita yang mendidik bersamanya dan di depannya. Oleh karena itu, kita harus menjaga telinganya dari setiap perkataan yang jelek, dan menjaga matanya dari setiap pemandangan yang merusak.

Kita harus mendidik anak-anak kita dengan pendidikan Islami. Apabila anak melihat kita dan kita mengerjakan yang demikian itu, dia akan mengikutinya, juga yang lainnya. Tapi jika anak itu tidak mengambil pelajaran dalam hal ini, tindakan lebih penting daripada omongan belaka.”

5.    Karya-karya Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi

Syaikh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi adalah salah satu ulama terkemuka masa kini. Ia memiliki kemampuan untuk menginterpretasikan masalah agama dengan mudah dan sederhana dalam karya-karyanya. Karya-karyanya begitu familiar di tengah-tengah masyarakat muslim, baik karya asli maupun terjemahan.

Ia juga memiliki usaha yang luar biasa besar dan mulia dalam bidang dakwah Islam. Lisannya yang fasih dan metodenya yang bagus dan mudah dalam menafsirkan al-Quran mudah dicerna oleh berbagai lapisan masyarakat Muslim, baik di Mesir, tempat kelahirannya, maupun di berbagai penjuru dunia, sehingga ia diberi gelar Imam ad-Du’at (Imam para Da’i) oleh rekan sejawat sesama ulama di Mesir.

Sebagai seorang ulama yang juga cendekiawan, ia tak hanya fokus dengan dakwah billisan. Ketertarikannya dalam dunia tulis-menulis turut memasyhurkan namanya sebagai ulama penulis handal dan produktif. Beliau juga dijuluki “Mujaddid Abad 20” oleh sebagaian pecinta beliau. Di tengah-tengah kesibukannya dalam aktivitas kepemerintahan dan akademi, Syaikh asy-Sya’rawi masih sempat menelurkan banyak karya diantaranya:

1.    Al-Isra’ wa al-Mi’raj (Peristiwa Isra dan Mi’raj).
2.    Asrar Bismillahirrahmanirrahim (Rahasia di balik kalimat Bismillahirrahmanirrahim).
3.    Al-Islam wa al-Fikr al-Mu’ashir (Islam dan Pemikiran Modern).
4.    Al-Islam wa al-Mar’ah: ‘Aqidah wa Manhaj ( Islam dan Perempuan, Akidah dan Metode).
5.    Asy-Syura wa at-Tasyri’ fi al-Islam (Musyawarah dan Pensyariatan dalam Islam).
6.    Ash-Shalah wa Arkan al-Islam (Shalat dan Rukun-rukun Islam).
7.    Ath-Thariq ila Allah (Jalan Menuju Allah).
8.    Al-Fatawa (Fatwa-fatwa).
9.    Labbayk Allahumma Labbayka (Ya Allah Kami Memenuhi PanggilanMu).
10.    Mi-ah Su-al wa Jawab fi al-Fiqh al-Islam (100 Soal Jawab Fiqih Islam).
11.    Al-Mar’ah Kama Aradaha Allah (Perempuan Sebagaimana yang Diinginkan Allah).
12.    Mu’jizah al-Qur’an Min Faydhi al-Qur’an (Kemukjizatan Al-Quran Diantara Limpahan Hikmah Al-Quran).
13.    Nadzarat al-Qur’an (Pandangan-pandangan Al-Quran).
14.    ‘Ala Ma-idah al-Fikr al-Islamiy (Di Atas Hidangan Pemikiran Islam).
15.    Al-Qadha wa al-Qadar (Qadha dan Qadar).
16.    Hadza Huwa al-Islam (Inilah Islam).
17.    Al-Muntakhab fi Tafsir al-Qur’an al-Karim (Pilihan dari Tafsir Al-Quran Al-Karim).
18.    Al-Hayah wa al-Maut (Hidup dan Mati).
19.    At-Taubah (Taubat).
20.    Adz-Dzalim wa adz-Dzalimun (Dzalim dan Orang-orang yang Dzalim).
21.    Sirah an-Nabawiyyah (Sejarah Kenabian).

Karya-karya beliau dapat dipahami sebagai wujud perpaduan keindahan dan penguasaan sastrawi, fiqh, aqidah, tafsir, hingga permasalahan kontemporer kehidupan Muslimin. Para ulama Mesir mengakui kepiawaiannya di bidang tafsir dan fiqh perbandingan madzhab. Ia juga amat menguasai bahasa dialektika, sehingga Syaikh Ahmad Bahjat dan Syaikh Yusuf al-Qaradhawi menyebutkan Syaikh asy-Sya’rawi sebagai seorang ahli tafsir kontemporer yang dapat menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan uslub (metode) yang mudah dipahami orang umum. Bahasanya lugas dan mudah, tapi mendalam.

Al-Qaradhawi, muridnya saat belajar di al-Azhar Thantha, memuji gurunya ini sebagai tokoh yang rendah hati dan luas pemikirannya dalam berbeda pendapat. Sementara Syaikh Umar Hasyim, salah satu petinggi al-Azhar, menganggapnya sebagai tokoh yang pantas disebut sebagai salah seorang mujaddid (pembaharu) abad ke-20.

6.    Kewafatan Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi

Tiga bulan sebelum wafatnya, saat peresmian sebuah masjid di kampungnya, ia berkata: “Semua harta adalah milik Allah Ta’ala, dan setiap apa yang telah diberikan oleh Allah kepadaku akan aku nafkahkan pada jalan Allah. Sesungguhnya aku tidak memiliki apa-apa. Harta dan diriku hanya untuk Allah. Seandainya setiap orang merasa bertanggung jawab pada kampung dan bandar tempat kelahirannya, niscaya tempat itu lebih indah daripada bandar-bandar besar di seluruh dunia. Aku ingin tanah tempat kelahiranku ini yang menimbun jasadku nanti.”

Kerajaan Saudi pernah menawarkan kepadanya tanah pekuburan di Baqi’. Tawaran itu adalah tawaran terhormat bagi seorang ulama Mesir yang banyak jasanya bagi studi Islam di Arab Saudi, yang Wahabi-sentris. Namun, kecintaannya kepada kampung halamannya, Mesir, diungkapkannya: “Tanah kelahiranku lebih layak menerima jasadku hingga ia dapat memelukku ketika aku mati sebagaimana aku memeluknya dan memeliharanya ketika hayatku.”

Pada pagi Rabu 17 Juni 1998 M/22 Shafar 1419 H, Syaikh asy-Sya’rawi kembali ke haribaan Ilahi, dalam usia 87 tahun. Saat pemakamannya, ratusan ribu orang memadati kuburnya di Kampung Daqadus, sebagai penghormatan terakhir bagi ‘allamah besar ini.

7.    Kalam Mutiara Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi

Diantara kalam mutiara nasehat beliau yang berbentuk syair adalah:

(من أقوال الشيخ محمد متولي الشعراوي)

إن كنت لا تعرف عنوان رزقك# فإن رزقك يعرف عنوانك.

“Jika kamu tidak tahu alamat tempat rizqimu, maka ketahuilah rizqimu tahu alamat tempatmu.”

إذا أهمّك أمر غيرك فاعلم بأنّك ذوطبعٍ أصيل # وإذا رأيت في غيرك جمالاً فاعلم بأنّ داخلك جميل

“Jika engkau mementingkan urusan orang lain, ketahuilah bahwa kamu punya karakter yang baik. Jika engkau melihat orang lain baik, maka ketahuilah bahwa batinmu juga baik.”

من ابتغى صديقا بلا عيب عاش وحيدا # من ابتغى زوجةً بلا نقص عاش أعزبا

“Siapa yang ingin mencari teman yang sempurna (tanpa aib), maka hidupnya akan sendirian (karena tiada teman yang sempurna). Siapa yang ingin mencari istri yang sempurna (tanpa kekurangan), maka hidupnya akan jomblo (karena tiada istri yang tanpa kekurangan).”

من ابتغى حبيبا بدون مشاكل عاش باحثا # من ابتغى قريباً كاملاً عاش ناقصا

“Siapa yang ingin mencari kekasih tanpa rintangan, maka hidupnya akan dilewati dengan mencari saja (tak akan pernah ketemu). Siapa yang ingin mencari kerabat yang sempurna, ia akan hidup dalam kekurangan.”

إذا أخذ الله منك مالم تتوقع ضياعه # فسوف يعطيك مالم تتوقع تملكه.

“Jika Allah mengambil sesuatu darimu yang tak kau sangka, maka kelak Allah akan memberimu sesuatu yang tak kau sangka kau miliki.”

Wallahu al-Musta’an A’lam. Lahu al-Fatihah…
Referensi:
•    Al-Imam Muhammad Mutawallî asy-Sya'râwî: Musyâhadat an-Nuskhat Kamilatan.
•    Al-Imam asy-Sya’rawi wa Haqa-iq al-Islam karya Ma’mun Gharib, 1987.
•    Al-Muntadayâtu al-Islâmiyyat fî Rihâbi al-Islâmi.
•    An-Nur al-Abhar fi Thabaqat Syuyukh al-Jami' al-Azhar karya Muhyiddin at-Tu’mi, 1992.
•    Asy-Syaikh asy-Sya’rawi min al-Qaryah ila al-‘Alamiyyah karya Muhammad Mahgub Hassan, 1990.
•    Asy-Syaikh al-Imam Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi fi al-Hukm wa as-Siyasah karya Abu al-Hassan Abd al-Raziq, 1990.
•    Asy-Syaikh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, Hayati min Daqadus ila al-Wizara karya Muhammad Safwat al-Amin, 1992.
•    Muntadayâtu Syabâbi Mishra.
•    Muntadâ Qashash al-Anbiyâ’ wa al-Mursalîn.


Belajar Adab dari Imam Ibnu Rusyd

azubair.com
Orang yang menekuni bidang studi syariah, atau lebih spesifik lagi, ia menekuni bidang fiqih perbandingan madzhab, pastilah ia mengenal kitab Bidayah Al-Mujtahida wa Nihayah Al-Muqtashid [بداية المجتهد ونهاية المقتصد] karangan Imam Imam Ibnu Rusyd Al-Qurthubi Al-Andalusi (595 H).
Bahkan bukan hanya tahu ada kitab itu, akan tetapi ia mempelajarinya dan membukanya lembar per-lembar, halaman per-halaman dan membacanya. Sepertinya itu sebuah hal yang pasti bagi para pelajar atau mahasiswa syariah, khususnya bida studi fiqih perbandingan madzhab.
Karena memang kitab Imam Ibnu Rusyd, walaupun beliau bermadzhab Fiqih Maliki, beliau tidak hanya menyediakan pendapat-pendapatnya sebagai bagian dari punggawa ulama-ulama Malikiyah, akan tetapi beliau uraikan semua pendapar madzhab, dari Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyyah, Zohiriyah, Zaidiyah, dan Hanabilah. Bahwa pendapat-pendapat para madzhab fiqih sahabat serta Tabi’in pun dimuat dalam kitabnya ini, seperti sayyidah ‘Aisyah, sahabat Ibn Mas’ud, sahabat Ibnu Umar, sahabat Ibn Abbas. Kalau dari kalangan Tabi’in ada Hammad bin Abi Sulaiman, Ibrahim Al-Nakho’i dan yang lainnya.
Jadi setiap kali beliau memulai penjabaran masalah, beliau juga mengurai pendapat masing-masing madzhab. Kemudian beliau menarik benang merah perbedaan antara madzhab-madzhab tersebut, “Apa sih yang membuat mereka berbeda pendapat?”, sehingga orang yang mempelajarinta tahu sumber masalah, kamudian barulah beliau mengurai dalil masing-masing madzhab.
Dan kalau ada orang yang mengaku mempelajari fiqih, dan menekuninya, aneh kalau ia tidak mengenal dan tidak mempelajari kitab ini. Karena bagaimanapun, kitab ini dipelajari dan menjadi muqorror resmi semua fakultas syariah di sejagad raya ini. Apapun negaranya, kalau itu fakultas syariah studi Fiqih, pastilah kitab ini yang dipakai.
Faidah
Dengan kitab ini, sejatinya orang mempelajarinya paham dan mengerti dan mendapat setidaknya 4 faidah:
• Pendapat masing-masing madzhab
• Benang merah perbedaan
• Dan dalil masing-masing madzhab
• Wijhat Nadzor (sudut pandang) seorang faqih (ahli fiqih) dalam menyimpulkan hukum dari sebuah teks syariah
Dan memang 4 poin ini yang menjadi bekal utama seorang ahli fiqih, baik mereka yang mau berijtihad atau juga mereka yang sudah dalam taraf mujtahid.
Semua itu yang memang jelas akan didapatkan oleh seorang pembelajar kitab Imam Ibnu Rusyd ini. Tapi ada satu poin lagi yang Imam Ibnu Rusyd ajarkan dalam kitabnya, namun sayang banyak yang tidak menyadari. Dan –Alhamdulillah¬- penulis punya guru yang memapu menyadarkan poin itu untuk kami.
Beradab Adabnya Ulama
Yaitu poin Adab yang selalu Imam Ibnu Rusyd gambarkan dalam setiap baris tulisan yang beliau tulis dalam kitabnya; Adab beliau sebagai ulama yang banyak orang mengambil ilmu darinya, dan adab beliau sebagai pembelajar juga penuntut ilmu yang mengambil ilmu dari ulama-ulama yang telah mendahuluinya.
Bidayatul-Mujtahid adalah kitab yang mengurai semua pendapat fiqih dari Imam dan madzhab-madzhab fiqih yang masyhur, tapi sepanjang telaah penulis yang minim ini, penulis tidak pernah mendapati Imam Ibnu Rusyd mendeskreditkan pendapat ulama lain atau madzhab lain yang bersebrangan dengan madzhab beliau; Maliki.
Tidak pernah sekalipun Imam Ibnu Rusyd menyindir dan mencela pendapat madzhab lain yang itu bersebrangan dengan pendapat beliau. Dengan fair dan bijak beliau urai semua, beliau juga jelaskan kenapa fulan mengambil kesimpulan seperti itu dan beliau tidak menutupi.
Tidak [Pernah] Men-Tarjih
Dan di akhir pembahasan, tak sekalipun beliau melakukan Tarjih (proses pengunggulan) pendapat antar pendapat yang lain. Justru beliau malah membiarkan masalah begitu saja tanpa mengatakan bahwa yang satu lebih benar dari yang satu. Lihat bagaimana adab beliau kepada para ulama. Tak pernah menghina, tak pernah mencela.
Beliau sadar, beliau bukan satu-satunya ulama, beliau sadar besarnya jasa dan usaha ulama yang mendahuluinya dalam upaya mencerdsakan umat. Dan beliau sadar, beginilah fiqih yang tidak lepas dari perbedaan pendapat.
Satu-satunya masalah yang ia tarjih ialah masalah nabidz, yaitu perasan buah atau sejenisnya selain kurma dan anggur, yang kemudian menjadi barang yang memabukkan. Dalam masalah ini, jumhur ulama mengatakan itu tetap haram baik sedikit atau banyak, akan tetapi madzhab Hanafi tidak melihat itu sebagai keharaman kecuali jika itu memabukkan. Di sini Imam Ibnu Rusyd melakukan proses “pembelaan” untuk madzhabnya Malikiyah. Hanya masalah ini saja dari sekian ribu masalah yang ada dalam kitab beliau!
Lihat bagaimana adab seorang ulama besar seperti Imam Ibnu Rusyd, punya ilmu mumpuni akan tetapi tak sekalipun mendeskriditkan ulama lain. Tidak merasa benar, tidak meresa paling mengikuti Nabi saw.
Takut Ghibah
Tak bisa kita pungkiri bahwa dalam masalah fiqih, ada saja pendapat yang memang terkesan nyeleneh dan tidak masuk akal, bahkan tak berdasarkan dalil atau bahkan berdasar hawa nanafsu saja. Akan tetapi Imam Ibnu Rusyd tetap saja menaruh dan menulis pendapat tersebut.
Tapi lihat bagaimana adabnya Imam Ibnu Rusyd! Setiap kali beliau menuliskan pendapat, beliau sandingkan pendapat itu kepada si empunya pendapat; Syafiiyah kah, Hanafiyah kah atau Zohiriyah kah. Tapi ketika ada pendapat yang nyelenah, beliau menyebutkan itu tapi tidak beliau sandingkan kepada si empunya qoul, beliau hanya mengatakan [قال به قوم] Qoola bihi Qoum (Ini pendapatnya salah satu kaum), atau [ذهبت إليه طائفة] Dzahabat Ilaih Thoifah (ini pendapat salah satu kelompok).
Beliau tidak sandingkan si empunya qoul, karena beliau sadar, ini pendapat yang kurang masuk akal dan agak jauh dari dalil,, kalau disebutkan juga si empunya, baliu takut jatuh pada dosa Ghibah.
Beliau seperti ini, tidak lain karena memang mengikuti apa yang telah dicontohkan oleh Imam-imam Madzhab sebelumnya, yang memang tak sekalipun menghina atau mencela ijtihad ulama lain. Semua saling menghargai dan saling menutupi aib, bukan malah menghamburnya agar diketahui oleh orang lain.
Tapi kita lihat sekarang justru kebalikannya, banyak orang yang mengaku pelajar syariah, tapi justru malah saling menghina dan lempar hujatan. Ketika menuliskan sebuah masalah hukum syariah pun tidak jahu beda. Mereka menganggap bahwa hanya pendapat dia yang benar dan yang lain salah, dan tidak boleh mengikuti selain pendapat dia. Kemudian habis-habisan mneghujat pendapat orang lain dengan menuduhnya sebagai orang yang tidak mengerti sunnah.
Lalu dimana adab seorang penuntut ilmu? Bukankah ulama salaf kita; Imam Abu Hanifah (150 H), Imam Malik bin Anas (179 H), Imam Syafi’i bin Idris (204 H), dan juga Imam Ahmad bin Hanbal (241 H) tidak pernah mengajari menghina dan mencemooh pendapat orang lain yang berbeda dengan pendapatnya?
Lalu yang biasa menghina dan meresa benar sendiri, belajar dari mana? Wallahu A’lam
Zarkasih Ahmad, S.Sy.
Sumber: fimadani.com

7 Fakta Ilmiah Tentang Mu'jizat Hadits Rasulullah SAW


Salah satu peristiwa paling indah bagi seorang Mukmin adalah, ketika ia menyaksikan kemukjizatan dari perkataan atau hadits Rasulullah SAW. Bagaimana manusia yang hidup di zaman teknologi dan beragam penemuan ilmiah seperti saat ini, melalui berbagai penelitian terhadap hadits-hadits Rasulullah SAW menyingkap kebenaran atas ke-Rasulan Muhammad SAW. Penemuan-penemuan inilah yang bisa berkontribusi meluruskan paradigma Barat terhadap Nabi SAW yang sangat penyayang.

Fakta pertama
Rasulullah SAW bersabda, “Agama ini akan sampai (ke seluruh penjuru bumi) sebagaimana sampainya malam dan siang.” sekarang angka populasi umat Islam di seluruh dunia, menunjukkan bahwa umat Islam ada di setiap tempat dimana pun di bumi ini. Statistik menyebutkan bahwa pada tahun 2025, Islam akan menempati peringkat pertama agama yang terbesar pemeluknya di seluruh dunia. Perkataan ini tidak berlebihan. Sebab ini merupakan hasil dari penelitian terhadap perkembangan jumlah umat Islam dari waktu ke waktu. Dan itu disimpulkan oleh para ilmuwan non-Muslim.

Para pakar statistik dunia menyebutkan bahwa agama Islam merupakan agama yang paling cepat pertumbuhan dan penyebarannya. Pemeluk Islam ada di seluruh dunia, dengan jumlah yang beragam. Umat Islam menyebar di seluruh pelosok bumi. Pertanyaannya: Bukankah ini yang telah disabdakan oleh Rasulullah SAW?

Fakta Kedua
Kemukjizatan ilmiah dalam sabda Nabi SAW: “Dijadikan bagiku bumi, sebagai tempat sujud dan suci”. (HR. Muslim). Para ilmuwan melalui ragam penelitian baru menemukan adanya unsur antibiotik dalam debu tanah, yang dapat membersihkan dan membunuh banyak jenis kuman. Bahkan disebutkan pula bahwa tanah yang termasuk materi desinfektan. Para ilmuwan mengatakan bahwa beberapa jenis tanah dapat menghilangkan bakteri yang sulit dimusnahkan. Karena itu, mereka saat ini berpikir untuk memproduksi antibiotik yang bisa membunuh bakteri, melalui hasil ekstrak dari tanah. Demikianlah, setelah pengalaman panjang di laboratorium mereka menemukan bahwa tanah dapat menghapus seluruh koloni bakteri dalam waktu 24 jam. Dan bila koloni bakteri itu tidak dilawan dengan unsur tanah, maka mereka akan berkembang biak sebanyak 45 kali lebih banyak.

Bagi para ilmuwan, kini semakin jelas bahwa tanah memiliki unsur antibiotik. Andai tanah tak memiliki unsur pembersih ini, niscaya tak kan ada kehidupan yang bisa berlangsung mengingat sangat banyak bakteri, kuman dan virus yang sampai pada manusia hingga bisa mematikan. Hanya karena rahmat Allah SWT saja, yang menempatkan unsur pembersih di dalam tanah sehingga kehidupan tetap berlangsung. Bukankah nikmat Allah SWT Yang Maha Kasih Sayang ini sangat patut kita syukuri?

Fakta Ketiga
Rasulullah SAW dengan sangat detail berbicara tentang fakta ilmiah yang bisa disingkap oleh para ilmuwan kecuali setelah mereka melakukan penelitian beberapa tahun. Rasul SAW bersabda: “Hari Kiamat tak akan terjadi sampai tanah Arab menjadi subur makmur kembali dengan padang rumput dan sungai-sungai.” (HR. Muslim). Saat ini secara ilmiah terbukti bahwa wilayah jazirah Arab pernah subur dan dialiri oleh sungai-sungai. Bekas-bekas aliran sungai itu ditemukan di zaman kita sekarang. Ini diperoleh melalui potret satelit yang mampu menyingkap kondisi bumi pada masa lampau. Dan di sana tampak jelas sejumlah sungai yang mengalir di pasir-pasir jazirah Arab. Para ilmuwan Barat melalui NASA menyatakan, “Foto yang diambil oleh radar terhadap padang pasir telah menunjukkan daerah padang pasir pernah dipenuhi danau dan sungai. Kondisi lingkungan itu serupa dengan yang kita lihat di Eropa, dan mereka akan kembali mengalami hal ini suatu hari nanti.”

Melalui foto satelit NASA, para ilmuwan menegaskan bahwa padang pasir di Rub' al-Khali (yang tak ditinggali manusia) dan jazirah Arab secara umum , pernah dipenuhi sungai dan hutan lebat yang subur. Kondisi alam itu menyebabkan banyak hewan yang hidup di tempat tersebut. Dan kelak menurut para ilmuwan, bumi ini akan kembali seperti dahulu di masa yang akan datang. Inilah yang sudah ditandaskan dalam hadits Rasulullah SAW.

Fakta Keempat
Saat Rasulullah SAW berbicara tentang ash-Shiraath (jembatan di Hari Kiamat), ternyata itu pun merupakan salah satu dari hadits-hadits yang mengandung mukjizat ilmiah. Hadits ini berbunyi, “Apakah kalian tidak melihat bagaimana kilat itu melesat dan kembali lagi dalam kedipan mata?” (HR. Muslim). Apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW ini, sangat selaras dengan apa yang ditemukan oleh para ilmuwan modern tentang bagaimana gerak dan kecepatan kilat. Para ulama menemukan bahwa kilatan petir tidak terjadi kecuali dengan turunnya sinar petir dari awan ke tanah dan kemudian kembali lagi. Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW telah berbicara tentang tahapan atau proses terjadinya petir dengan akurasi yang menakjubkan. Rasul SAW bahkan memilihkan kata-kata yang begitu tepat tentang waktu yang dibutuhkan oleh kilat petir tersebut, yakni kedipan mata. Inilah yang disampaikan oleh Nabi SAW.

Para ilmuwan menemukan bahwa petir terjadi melalui beberapa tahap. Yang terpenting adalah tahap turun dan kembali ke atas. Waktu atau kecepatan kilatan petir adalah 25 milidetik, yang hampir sama dengan kedipan mata. Bukankah ini yang telah disampaikan Rasulullah SAW sebelum empat belas abad?

Fakta Kelima
Para ilmuwan modern menemukan bahwa wilayah Nashiyah (tempat paling atas dan ada di depan otak, ubun-ubun) merupakan wilayah penting yang berfungsi menetapkan keputusan yang benar. Setiap kali wilayah ini mengalami interaksi lebih tinggi, lebih aktif dan lebih stabil, maka keputusan yang diambil akan lebih detail dan lebih bijak. Karena itulah salah satu do'a yang diucapkan Rasulullah SAW dalam hadits riwayat Ahmad adalah, “Nashiyatii biyadik.” (nashiyahku ada di dalam kekuasaan-Mu). Dalam do'a tersebut, Rasulullah SAW menyerahkan sepenuhnya segala urusan kepada Allah SWT. Allah lah yang menentukan semuanya sesuai Kehendak dan Keinginan-Nya. Sisi lain yang tersingkap dalam hadits ini adalah wilayah yang disebut nashiyah tadi. Sebagai lokasi organ yang memainkan peran penting dalam banyak aktifitas manusia, seperti mengetahui, mengarahkan, memecahkan masalah, berinovasi. Karena itulah Rasulullah SAW menyerahkan wilayah tersebut kepada Allah SWT sesuai dalam do'anya tersebut, “nashiyatii biyadik.” Demikialah, hadits Rasulullah SAW otomatis mengindikasikan pentingnya organ tubuh di wilayah itu.

Para ilmuwan baru-baru ini melakukan sjumlah kajian dalam rangka untuk menemukan kebohongan. Dan hasil dari kajian ini, mereka menemukan bahwa daerah yang bertanggungjawab atas kebohongan adalah otak manusia bagian depan yang terletak di bagian yang disebut “an-Nashiyah” (ubun-ubun). Yang mengagumkan adalah bahwa al-Qur'an sejak berabad-abad yang lalu telah berbicara tentang fungsi ubun-ubun ini ketika membicarakan Abu Jahl. “Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka.” (QS. Al-Alaq: 15-16).

Fakta Keenam
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya diantara tanda-tanda kiamat adalah terjadinya kematian secara tiba-tiba.” (HR. Thabrani). Hadits ini jelas menunjukkan kemukjizatan ilmiah dalam hakikat medis yang tak mungkin bisa dibantah. Kemukjizatan ini telah dinyatakan oleh Rasulullah SAW yang memang tak mengatakan sesuatu berlandaskan hawa nafsu, melainkan karena wahyu Allah SWT. Hal ini ditegaskan dari perhitungan detail oleh PBB, yang menyimpulkan adanya fenomena kematian secara tiba-tiba. Kematian seperti itu, menurut penelitian, akan terus terjadi tanpa bisa dihentikan meskipun beragam mekanisme pencegahan dilakukan.

Para dokter ahli jantung menegaskan bahwa kematian tiba-tiba semakin banyak dialami manusia pada tahun-tahun terakhir. Meski beragam perkembangan medis untuk menangkal penyakit ditemukan, tapi jumlah kematian secara tiba-tiba terus bertambah. Pertanyaannya: Bukankah ini yang secara jelas telah disampaikan dalam hadits Nabi SAW?

Fakta Ketujuh
Kebanyakan imuwan menyebtukan ketuaan adalah cara terbaik sebagai akhir kehidupan manusia secara alami. Upaya apapun untuk memanjangkan umur melewati batas yang telah ditetapkan, justru akan memunculkan penyakit baru, antara lain kanker. Profesor Lee Silver dari princton University di Amerika mengatakan, “Upaya apa saja yang dilakukan manusia untuk abadi, itu berlawanan dengan tabiat alam.” para ulama telah menyimpulkan bahwa uang sebesar apa pun tidak bisa digunakan untuk memanjangkan usia. Inilah yang disampaikan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya, “Berobatlah kalian wahai hamba-hamba Allah. Sesungguhnya Allah tidak memberikan penyakit, kecuali diberikannya juga obat (bagi penyakit itu), kecuali satu penyakit: ketuaan.” (HR. Ahmad).

Inilah sebagian dari fakta-fakta ilmiah yang menegaskan kemukjizatan serta kebenaran Hadits-Hadits Rasulullah SAW. Jadi, bagi yang sampai saat ini masih senantiasa sombong dengan membuang hadits-hadits silahkan bertobat, mumpung dunia belum kiamat. Semoga Alloh memberi hidayah pada saudara-saudaraku yang masih tersesat di jalan Ingkar Sunnah. Amin..

Sumber: Majalah Tarbawi edisi 272 Tahun 2012

Benarkah Hadits Tidak ditulis pada Zaman Nabi?



Kebanyakan orang Ingkar Sunnah selalu memakai dalil dalam rangka menolak keberadaan hadits  dengan menyatakan bahwa Rasulullah  melarang penulisan hadits. Jadi siapa yang masih berpegang pada hadits berarti berkhianat pada Rasulullah SAW. Hadits pelarang yang dimaksud tersebut adalah sebagai berikut:
مسند أحمد - عَنْ أَبِي سَعِيدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَكْتُبُوا عَنِّي شَيْئًا سِوَى الْقُرْآنِ وَمَنْ كَتَبَ شَيْئًا سِوَى الْقُرْآنِ فَلْيَمْحُهُ.
Dari Abu Sa’id ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kalian menulis sesuatu dariku selain al-Qur’an. Siapa yang menulis sesuatu dariku  selain al-Qur’an maka hendaklah ia menghapusnya.” (Musnad Ahmad Juz 22 Halaman 208 Nomor 10663)
Memang hadits ini menceritakan tentang larangan Rasulullah SAW terhadap penulisan kalimat yang keluar dari mulut beliau selain al-Qur’an. Namun dalam riwayat lain justru Rasulullah menyuruh kepada Abdullah bin Amr bin al-Ash untuk menulis apa saja yang keluar dari mulut beliau:
سنن أبى داود - عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ كُنْتُ أَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ أَسْمَعُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرِيدُ حِفْظَهُ فَنَهَتْنِي قُرَيْشٌ وَقَالُوا أَتَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ تَسْمَعُهُ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَشَرٌ يَتَكَلَّمُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا فَأَمْسَكْتُ عَنْ الْكِتَابِ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَوْمَأَ بِأُصْبُعِهِ إِلَى فِيهِ فَقَالَ اكْتُبْ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا يَخْرُجُ مِنْهُ إِلَّا حَقٌّ
Dari ‘Abdillah bin ‘Amr ia berkata: Aku menulis semua yang kudengar dari Rasulullah SAW untuk kuhafalkan lalu orang-orang Quraisy mencelaku dan mereka berkata: Apakah kamu menulis semua yang kamu dengar dari Rasulullah SAW? Padahal ia adalah manusia biasa yang berbicara dalam keadaan marah dan keadaan gembira? Maka aku pun berhenti menulis hingga aku menceritakan hal tersebut kepada Rasulullah SAW. Maka beliau memberi isyarat dengan jari tangan ke mulut beliau sambil bersabda: “Tulislah! Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak keluar dari mulutku ini kecuali sesuatu yang benar.” (Sunan Abu Daud Juz 10 Halaman 55 Nomor 3161).
Hadits ini jelas menunjukkan bahwa Rasulullah menyuruh kepada ‘Abdullah bin ‘Amr agar menulis apa saja yang keluar dari mulut beliau. Menurut Dr. Izzuddin Husain as-Syekh, hadits ini juga menasakh atau membatalkan hadits pertama yang melarang menulis hadits. (Dr. Izzuddin Husain as-Syekh, Menyikapi Hadits-Hadits yang Saling Bertentangan”, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004), hal. 114-116.
Nabi Saw. mengizinkan Abdullah bin Amr bin Ash menulis hadits karena ia telah bisa membaca dan menulis. Naskah Abdullah bin Amr dinamai Shahifah Shadiqah /Buku yang benar karena ditulis langsung dari Nabi Saw. Naskah ini berisi sebanyak 1000 hadis dan dihafal serta dipelihara oleh keluarganya sepeninggal penulisnya. Cucunya yang bernama ‘Amr bin Syu’aib meriwayatkan hadis-hadis tersebut sebanyak 500 hadis.
Bila naskah Shadiqah tidak sampai kepada kita menurut bentuk aslinya maka dapatlah kita temukan secara kutipan pada kitab Musnad Ahmad, Sunan Abu Dawud, Sunan An-Nasa’I, Sunan At-Tirmuzi dan Sunan Ibnu Majah.
Ibnu Taimiyah mengatakan: “Pada awalnya memang dilarang menulis hadits, akan tetapi setelah hadits-hadits Nabi SAW itu sangat banyak dan perlu dijaga dengan ditulis. Saat itu kekhawatiran hadits-hadits Nabi SAW itu akan bercampur baur dengan ayat-ayat al-Qur’an dan ucapan manusia biasa sudah dapat dijamin keterpeliharaannya. Terutama setelah turun ayat 9 Surah al-Hijr: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.” Maka dibolehkanlah menulis hadits. Keperluan menulis hadits juga dilakukan dalam rangka menjaga adanya upaya pemalsuan hadits.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Guru GO! - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger